Sibolga merupakan sebuah kota di garis pantai barat Provinsi Sumatera Utara, yang secara geografis berada di antara gugusan Bukit Barisan dan Teluk Tapian Nauli yang menghadap ke Samudera Hindia.
Tak heran, jika semasa kolonial Belanda serta penjajahan Jepang, Sibolga menjadi basis benteng pertahanan dengan gua bawah tanahnya sebagai tempat perlindungan dari serangan musuh.
Gua Kaje-kaje, misalnya, demikian sebutan yang diberikan masyarakat yang bermukim di sekitar gua itu dan dikenal hingga hari ini. Gua ini adalah satu dari beberapa peninggalan sejarah yang diyakini dibangun pada masa penjajahan Belanda di Sibolga.
"Nama resmi kita tahu gak ada, cuma sampai sekarang kita sebut gua Kaje-kaje. Karena dulu di sekitar sini ada pohon besar menyerupai beringin, tapi bergetah, umurnya ratusan tahun. Cuma sudah ditebang sekitar awal tahun 80-an, waktu mau bangun Sekolah MIN disini " kisah Benny Lubis (38), warga yang rumahnya tepat di mulut utama gua Kaje-kaje.
Gua Kaje-kaje memang berada di tengah Kota Sibolga, tepatnya di Kelurahan Aek Aek Habil, Kecamatan Sibolga Selatan. Dengan jarak tempuh 10 menit dari Pelabuhan Sambas, Sibolga, dan 60 menit dari Pelabuhan Udara Dr. Ferdinan Lumban Tobing, Tapanuli Tengah.
Berada di area pemukiman masyarakat, menjadikan gua Kaje-kaje tak begitu sulit untuk ditemukan.
Penelusuran Aktual.co, dari lokasi dinding gua memang secara kasat mata tak ditemukan jalur lain, kecuali ke arah mulut gua yang lebih kecil yang menghadap ke barat laut Kota Sibolga, dan di bagian dalam terdapat empat rongga menyerupai ruangan.
"Sampai sekarang memang belum ditemukan jalur menuju benteng di atasnya, namun kalau ditokok dinding sebelah dalam gua itu, terdengar pantulan suara dari dalam, seperti ada ruangan atau gua juga di dalam. Menurut cerita almarhum mertua saya dulu, sebenarnya ada jalur lagi menuju benteng di atas sana, cuma memang belum pernah ada yang mencoba menggalinya," tutur Benny.
Diceritakan, selama ini belum pernah ada aktivitas penggalian maupun perawatan atas situs sejarah itu. Terlihat di salah satu mulut gua kini menjadi lokasi pembuangan sampah. Sementara dinding sebelah dalam gua terlihat hitam legam bekas asap pembakaran sampah. Kemudian mulut gua yang mengarah ke barat, tepat di belakang rumah Benny, kini menjadi lokasi kandang ayam miliknya. "Daripada jadi lahan kosong, ya kita manfaatkanlah," tukasnya.
Sementara, tak jauh dari lokasi gua Kaje-kaje yang berada di bukit yang sama, namun berlokasi di lereng sebelah bukit yang juga dinamai bukit Kaje-kaje itu, berdiri sebuah bangunan yang diyakini pembangunannya erat dengan keberadaan gua Kaje-kaje.
Separuh dari bagian bangunan yang berbentuk benteng itu kini telah tertimbun tanah serta dedaunan dan tumbuhan menjalar. Sehingga sepintas lalu tak akan dapat dikenali bahwa itu adalah sebuah bangunan benteng.
Bentuk ruangan persegi panjang berpintu, dua satu menghadap barat dan satunya lagi menghadap timur. Pada bagian dinding yang menghadap timur laut terdapat dua buah lubang berbentuk ventilasi, sementara dinding di sebelahnya langsung menempel dengan bukit.
Untuk bagian dalam terdapat dua ruangan berbentuk persegi empat.
Tidak hanya itu, berjarak tiga meter kearah timur laut bangunan, sebuah semen beton berbentuk persegi empat terletak di atas tanah dan tertutup rumput tebal sehingga sepintas tak akan terlihat dengan jelas. Informasi yang berhasil diperoleh dari warga, beton persegi empat itu diyakini untuk menutupi sebuah lubang tanah di bawahnya.
Sayangnya, lokasi situs sejarah ini sama sekali tak tersentuh perhatian pemerintah setempat, dimana lokasi seputar bangunan benteng ini penuh dengan semak belukar, ditambah jalan menuju lokasi yang dipenuhi rumput.